Tuesday, March 31, 2020

Menjaga Perasaan Anak yang Pendiam, Penurut, dan Mandiri




Membaca cerita di Blog Ibu Kiki Barkiah ‘’Hati-hati dengan anak yang penurut’’ menginspirasi saya untuk menulis tentang cerita yang mirip. Anak kedua kami Mba Alya termasuk anak yang penurut anteng, mandiri, tidak pernah merepotkan orang tua sejak dalam kandungan hingga sekarang.


Pada saat hamil dia, Pak suami sedang studi di negeri kincir angin, praktis selama kehamilan hanya ditunggui selama dua bulan. Ndilalah waktu hamil muda pun masa nyidam hanya tiga bulan, dengan kondisi tidak separah kedua saudaranya. Seperti paham keadaan, Abinya sedang berada nun jauh disana.

Saat melahirkannya tidak ditunggui langsung oleh Abinya, hanya via telpon itupun sempat terputus sinyal yang tidak baik. Proses melahirkan yang cukup mudah dan singkat. Saat mau ambil wudhu untuk sholat Ashar saya pipis terlebih dahulu, ternyata ada bercak darah dan cairan bening. Saya paham itu tanda mau melahirkan, karena memang sudah cukup bulan.

Saya diantar ke klinik oleh Kakak dengan sepeda motor. Bu Bidan yang sudah mengetahui saya mau melahirkan disini menyambut dengan ramah, dan menyuruh saya berbaring diruang melahirkan, setelah sebelumnya diperiksa. Saat itu sekitar pukul 16.30 wib.

Alhamdulillah bayi lahir dengan selamat setelah mengalami proses kontraksi yang hebat. Bayi dengan berat 4 kg, panjang 50 cm, lahir normal. Pantas saja tadi saat mau keluar badan ini rasanya mau pecah. Lahir  pukul 18.45 , hanya butuh waktu kurang dari tiga jam sejak kedatangan ke klinik sampai lahir. Kami menginap di klinik ini hanya semalam saja, pagi pukul 7 wib sudah diantarkan pulang dengan mobil fasilitas klinik ini.


Semasa bayi dia tidak pernah rewel, minum asi juga sewajarnya. Bahkan mudah disambi mengerjakan tugas rumah tangga dan menjaga kakaknya yang hanya terpaut 20 bulan. Justru kakaknya yang lebih membutuhkan perhatian, karena tergolong anak yang aktif dan sering tantrum.
Saat usia tiga tahun,  kakaknya sudah masuk sekolah Taman Kanak-kanak. Pagi waktu antar kakaknya dia belum bangun. Jam 10 waktu mau jemput kakaknya dia sudah tidur lagi setelah capek bermain, sedangkan saya sibuk mengerjakan tugas rumah tangga. Benar-benar anak yang luput dari perhatian.


Usia empat lebih 6 bulan dia masuk Taman Kanak-kanak, di Jawa, kami baru pindah waktu itu. Otomatis dia masih asing ditempat baru, sekolah baru, guru baru, lingkungan baru. Saya kira dia akan minta ditunggui di awal masuk sekolah. Ternyata tidak, dia sudah bisa ditinggal sejak pertama masuk sekolah. Beda dengan kakaknya butuh waktu dua minggu baru bisa ditinggal. Itupun harus main petak umpet dulu alias nyumput-nyumput biar tidak ketauan.

Waktu TK B saya setelah terima raport saya menyampaikan terimakasih kepada Ustadzahnya. Apa jawaban ustadzahnya berkata ‘’Saya tidak mengajarkan apa-apa lho Bu, Mba Alya itu belajar sendiri kok, saya Cuma mendengarkan dan menilainya.’’

Ustadzah pasti merendah saja itu, piker saya. Tapi memang benar sih, selama sekolah TK mba Alya tidak mau diajari, ditemani belajar atau minta tolong mengerjakan PR maupun hafalan. Dia merasa nyaman belaajr sendiri. Biasanya saya hanya bercerita menjelang tidur, atau membacakan nyaring, itu pun tidak rutin. Tahu-tahu dia sudah bisa membaca. Setidaknya tidak sesusah mengajari kakaknya, waktu belajar membaca.


Begitu pula saat sekolah dasar sampai kelas 4 selalu menempati peringkat nomer dua. Kami tidak mendewakan peringkat, namun capaiannya membuktikan bahwa dia tidak susah mengkuti semua pelajaran. Secara akademik dia mampu. Pola belajarnya masih sama, dia belaajr sendiri, tidak minta bantuan atau mau dibantu. Istilahnya di apa-apakan sudah bisa sendiri. Kami hanya cukup memfasilitasi saja.  

Secara akademik dia baik-baik saja, tidak ada masalah yang berarti. Namun sikapnya sekarang sangat berbeda dengan sebelum ya terutama dengan adiknya. Lebih jutek, mudah marah, kalau adi kebetulan bersalah, maka marahnya luar biasa. Ada luapan kebencian disana, marahnya tidak wajar, bahkan untuk hal kecil sekalipun.

Saya terkejut melihat perkembangan emosionalnya, sikapnya terhadap adik semata wayang yang begitu dia harapkan dulunya.

Masih ingat ketika saya belum hamil dia paling rajin mengelus perut saya, agar segera ada adik. Dia berdoa supaya saya segera hamil dan punya adik. Ketika saya hamil dia menjadi anak yang paling bahagia, setiap ahri dielusnya perut saya, tak sabar menunggu kelahiran adiknya.

Saat adiknya lahir dia sangat antusias ingin segera bertemu, karena kami masih dirumah sakit. Untunglah anak-anak boleh ikut menginap dirumah sakit. Dia sennag sekali, dan selalu menunggui adiknya, membelainya.

Dia dan kakaknya memang sama-sama sayang kepada adik bayinya. Namun dia akan menangis tidak terima kalau kakaknya yang mengambilkan popok atau benda yang diperlukan adiknya. Mereka berdua berlomba ingin membantu Ibunya merawat adik bayi. Sebegitunya ya..

Dia memang tumbuh menjadi anak yang mandiri, cekatan, dan rajin belajar. Saat saya dan pak suami tugas ke Jakarta, anak-anak yang sedang libur sekolah kami titipkan ke rumah Mbahnya. Dirumah Mbahnya itu dia memimpin kakak dan adik ya untuk mencuci baju sama-sama, menjemurnya dan mengangkatnya ketika kering. Padahal saya tidak menyuruh untuk mencuci baju-baju mereka. Saya hanya berpesan, untuk memasukan baju kotor kedalam wadah khusus, supaya tidak campur dengan baju bersih. Biar saya yang akan emncucinya ketika pulang dari Jakarta.

Dia juga bersedia menggoreng nugget, sosis, atau bikin mie untuk kakak, adik dan saudara sepupunya, ketika makan. Itu sesuai pesan saya kalau menggoreng lauk, jangan hanya untuk diri sendiri, tapi goreng agak banyak untuk makan sama-sama. Alhamdulillah dia lakukan dengan suka cita.Banyak lagi cerita tentang kemandirian dan kebaikannya. 

Kembali dengan sikap kepada adiknya yang berubah, saya tentu tidak membiarkan hal itu terjadi. Saya ajak dia bicara dari hati kehati. Apa alasan dia benci dan tidak suka kepada adik. Menurutnya Abi dan Umminya lebih sayang dan perhatian kepada adik dibanding kepada dirinya. Apa-apa adik, apa-apa adik.

‘’Ya Allah, apa benar begitu?’’ Tanya kami dalam hati. Mungkin tanpa kami sadari  kami lebih perhatian kepada adiknya yang masih kecil dan membutuhkan bantuan. Sedangkan dia yang memang anak mandiri, sejak kecil tidak  banyak meminta bantuan kami. Sehingga kami merasa dia tidak perlu banyak ditolong karena dia sudah bisa melakukan semua sendiri. Apalgi dia tidak pernah mengeluh.
Tidak hanya kepada adik saja, dia juga begitu sedih ketika kakaknya dibelikan Kasur. Maksud kami supaya kakaknya tidur terpisah, karena sudah mulai besar. Sedangkan dia sudah dibelikan springbed susun, untuknya dan adiknya. Kami piker itu wajar dan adil, namun tidak baginya. Sepulang sekolah dia langusng menangis ketika tahu kakaknya dibelikan Kasur. Menangis kencang, didepan pintu, belum sempat masuk rumah, dan berganti baju. Suaranya kencang, sampai terdengar tetangga, saya bingung karena tidak mampu menenangkannya.

Setelah tenang dan mau diajak bicara dia mengatakan bahwa dia sangat sedih dan iri tidak dibelikan Kasur. Dia tidak suka dibelikan bed yang harus sekamar dengan adiknya, dia mau tidur dikamar sendiri seperti kakaknya. Ya Allah, kami pikir dia akan terima dan baik-baik saja tidur sekamar dengan adiknya yang sama-sama perempuan. Ternyata dugaan kami salah, dia merasa diperlakukan tidak adil, kakaknya boleh tidur dikamar sendiri, Kasur sendiri. Hemm… anak yang pendiam, tidak banyak omong, selalu nrimo, tidak suka menangis, sekarang telah berubah.


Dari peristiwa itu kami disadarkan bahwa anak yang kelihatannya pendiam, mandiri, penurut membutuhkan perhatian dan bantuan dari kami orang tuanya.  Dia butuh dipahami perasannya, harus didengarkan. Maafkan kami ya Nak, sejaka itu kami lebih hati-hati bersikap kepada ketiga anak kami. Appaun yang akan kami berikan harus musyawarah dulu, dibicarakan bersama, agar tidak timbul salah paham, iri hati, dan kecewa. Apapun harus deal dulu, baru kami beli.

Sebenarnya dia bisa menerima asal diikutkan serta sebelum melaksanakan rencana. Dimintai pendapatnya, meskipun keputusan tetap ditangan orang tua. Misalnya adik butuh sepatu hitam baru, karena memang sepatu warna hitam belum adik punya. Meskipun dia  tahu sepatu itu seragam wajib disekolah adiknya, tanpa memberi pengertia kepadanya, rasa cemburu dan iri pasti ada.   

Sejak itu kami selalu melibatkan dia juga kakak dan adiknya bicara terlebih dahulu sebelum membeli berbagai keperluan. Termasuk membeli keperluan saya dan Pak Suami. 
  


Monday, March 30, 2020

Manajemen Emosi; Puasa Pekan Ke-2





Bismillah, puasa pekan ke-2 dimulai hari ini, 30 Maret 2020. Sejak kemarin sudah merencanakan tema puasa. Tidak sulit memilih tema puasa kali ini, karena sudah paham hal-hal yang dapat mengganggu proses menulis. Selain godaan main sosial media, kondisi emosional juga sangat penting diperhatikan.  

Sunday, March 29, 2020

Ketika Semangat Menulis Tak Lagi Nyala


Bismillah, tantangan hari ke -6 ini saya merasa tidak berhasil menjalankannya. Hari ke-5 seharusnya satu artikel selesai, namun ternyata tidak. Masih berupa oret-oretan, belum diedit. Hari ini pun sudah hampir tengah malam, belum berhasil saya hasilkan satu artikel pun.

Mood menulis sedang turun, banyak faktor menjadi penyebabnya, lelah dan jenuh, membuat ide enggan dituang. Kalaupun dipaksa menulis, jadinya garing.

Sepertinya saya butuh sesuatu yang membuat semangat menulis kembali menyala. Apa ya, biasanya membaca buku tips menulis atau membaca karya orang lain, bisa membantu. Tapi kali ini tidak, masih saja buntu. Mencoba melawan tidak berhasil, akhirnya mencoba menikmati masa ini.

Ini benar-benar tantangan.

#Day6
#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional

Friday, March 27, 2020

Hasil Puasa Medsos; Satisfactory


Alhamdulillah puasa pekan pertama bisa dilalui, harus legowo jika hasilnya tidak mencapai level excellent. Ya, saya harus puas hanya mencapai poin tertinggi di level satisfactory. 

Thursday, March 26, 2020

Day 3



Tantangan hari ke-3, seharusnya saya mulai mencari  artikel untuk bahan menulis. Kebetulan artikel sudah ada, maka hari ini saya manfaatkan untuk kegiatan lain yang masih ada kaitan dengan kepenulisan.

 Besok insyaallah mulai mereviu artikel-artikel dan membuat outline penulisan artikel.



#day3
#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional

Wednesday, March 25, 2020

Tantangan 30 Hari, Menulis (2)


Day 2

Ini adalah tantangan hari ke-2, menulis artikel. Bagaimana progresny? Sedianya deadline menyelesaikan artikel adalah besok (26/03/2020). Namun bisa diselesaikan hari ini, lebih cepat dari rencana semula.. Alhamdulillah, bahagiaa #1.

Mendidik Anak Ala Keluarga Berbudi

Link