Menulis sesuatu yang pernah dialami biasanya lebih mudah. Nah, mumpung ingat sambal maka saya akan menulis tentangnya.
"Apa sih menariknya sambal?" Banyaaak....
Baiklah saya tidak akan membahas tentang bahan sambal atau resep membuat sambal. Namun, akan membahas perubahan sambal hasil karya tangan kasar ini..hehe. Biasa ngulek sambal, jadinya kasar..
Intinya saya jadi membandingkan sambal buatan saya sendiri dari waktu ke waktu. Menurut pengamatan saya semakin kesini, sambal buatan saya semakin berbeda, terutama tingkat kehalusannya.
Awal Mula Belajar Mengulek Sambal
Semasa kuliah S1 saya kost bersama adik. Pemilik kost adalah pasangan syami istri yang telah berputra tiga. Bapak kost sukunya Palembang, sedangkan ibu kost suku Lampung.
Ibu kost adalah sosok ibu rumah tangga yang luar biasa. Beliau sangat cekatan dalam manajemen keuangan, pekerjaan rumah tangga, dan memasak.
Setiap pagi anak dan suami harus sarapan nasi lengkap dengan lauk, menu 4 sehat lima sempurna. Nasi selalu baru, meskipun ada magicom tapi tetap memasak nasi dengan cara diaron kemudian dikukus.
Prinsipnya tidak boleh sarapan mie instan atau roti, harus nasi beserta lauk. Supaya tidak sakit maagh, katanya. Memang terbukti anak-anaknya sehat, dan berprestasi semua disekolah. Mungkin pengaruh makanan bergizi yang dikonsumsi setiap harinya.
Beliau tidak punya anak perempuan, maka kadang-kadang minta tolong anak kost untuk membantunya di dapur. Anak kost jaman doeloe masih mau bantu-bantu ibu kost. Entah kalau anak kost jaman sekarang.
Termasuk saya yang pernah dimintai tolong. Waktu itu saya dimintai tolong ngulek cabe, untuk sambal. Nah, dsri ibu kost inilah saya belajar ngulek sambal sampai halus. Tak satu pun ditemukan biji cabe. Benar-benar halus seperti di blender. Luar biasa lho..ngulek cabe bisa sehalus itu.
Kalau dirumah orang tua, ngulek bumbu itu ya semua bahan diulek sekaligus. Maka hasilnya tidak halus, dan memang standarnya tidak harus halus. Hanya pecah-pecah dan sedikit lebih haluslah.
Ini hal baru bagi Saya tentang sambal yang halus begini. Mungkin karena sebelumnya lingkungan tempat tinggal saya orang-orang Jawa. Meskipun kami juga di Sumatera. Jadi terasa asing dengan standar masakan orang Sumatera. Setelah pindah ke kota, baru benar-benar paham seluk beluk masakan ala Sumatera.
Jadi ingat cerita Bu Guru SMA saya, beliau kebetulan bersuamikan orang Sumatera. Sedangkan beliau bersuku Jawa. Kata beliau perempuan Lampunh harus bisa membuat sambal yang halus. Untung mertua beliau maklum tidak menuntut beliau mengikuti standar keluarga mertua. "Sambele wong jowo ki bisa untuk nambal jarik suwek," kami sekelas tertawa mendengar cerita bu Guru.
Maksud beliau itu sambalnya orang Jawa itu tidak halus.
Didukung cerita teman satu kost saya yang orang Lampung Utara. Memang perempuan Lampung harus pandai bikin sambal. Bisa dimarah suami kalau makan tidak ada sambal. Sambalnya pun harus halus.
Dasarnya saya senang belajar hal baru. Saya seneng-seneng saja, dapat ilmu menggiling (baca: ngulek) cabe yang halus.
Caranya cabe dipotong², lalu diulek sedikit demi sedikit sampai halus daj tidak ada biji yang utuh. Lakukan semua sampai selesai. Sisihkan cabe yang telah halus dipiring atau mangkok. Lalu haluskan bahan lain, seperti bawang merah, dan bawang putih. Lakukan seperti proses mengulek cabe. Setelah semua bahan diulek halus, baru dijadikan satu. Apakah sudah selesai? Belum! Cek lagi apakah masih ada bahan yang masih kasar. Kalau iya..maka ulek lagi sampai semua halus. Begitu yang saya pelajari jaman dahulu.
Maka tidak heran kalau soal mengulek sambal, saya lebih suka ngulek sendiri meskipun punya asisten. Saya benar-benar menikmati ngulek sambal sampai halus. Termasuk ngulek bumbu untuk bumbu masak apapun.
Karena halus itulah saya pernah dikatai oleh seseorang, katanya saya kalau bikin bumbu masak pakai diblender. Weh..ngenyek tenan batin saya. " Sorry ya..!"
Beberapa Tahun Kemudian...
Setelah hijrah ke Jawa Tengah, saya menemukan perbedaan yang signifikan. Karena sudah tau ya maklum saja.
Tahun pertama kuliah saya hampir tidak turun ke dapur. Alhamdulillah punya asisten yang sregep,dan cekatan memasak. Masakannya enak, meskipun ulekan sambalnya tidak sehalus standar saya.
Sayangnya takdir berkata lain. Dia harus pulang kampung karena adik kandung yang biasa menjaga anaknya meninggal. Sehingga tidak bisa bekerja lagi. Sangat kehilangan.
Beberapa waktu kemudian punya asisten lagi. Masih sama hasil ulekan sambalnya tidak halus. Kebetulan saya sudah tidak ada kuliah teori dikelas, maka punya lebih banyak waktu belajar di rumah. Jiwa memasak saya kambuh. Untuk sambal saya suka mengulek sendiri, lainnya dikerjakan Bude. Kebetulan kamo sangat akrab...jadi biasanya masak bareng. Sambil ngobrol...ngalor ngidul.
Di masa ini saya yang lebih sering masak. Biasanya pagi sebelum pergi bekerja, atau kekampus, saya sempatkan masak dulu. Bude bagian beberes.
***
Sayang sungguh sayang harus kehilangan lagi. Bude harus pulang kampung karena ibunya meninggal dan harus merawat bapaknya. Sediiih...kehilangan teman ngobrol didapur. Uhuks...
Akhirnya tidak cari asisten lagi karena anak-anak sudah besar, kuliah sudah hampir selesai. Hobi ngulek sambal halus makin tersalurkan.
***
Perubahan tingkat kehalusan sambal begitu terasa sejak ada wabah Corona. Setiap hari di rumah, memasak, beberes rumah, dan lain-lain. Meskipun dibantu oleh anak-anak dan suami, namun kelelahan benar-benar saya rasakan.
Alhasil itu berpengaruh sekali dengan hasil sambal yang saya buat. Saya tidak mampu lagi ngulek cabe sehalus dulu. Dari hari ke hari hasil ulekan saya makin lebar saja kulit cabenya. Biji cabe jangankan halus, kadang pecah pun tidak.
Saya tersenyum... tertawa ding. Mentertawakan diri sendiri. Sekarang saya sudah berubah. Tidak saklek seperti dulu lagi, harus halus.
Saya bilang ke Paksuami "maaf ya Bi, sambalnya tidak halus, hanya pecah-pecah cabenya." Untunglah suami saya tidak pernah mempermasalahkannya. Saya sendiri yang merasa bersalah.
Saya bilang ke Paksuami "maaf ya Bi, sambalnya tidak halus, hanya pecah-pecah cabenya." Untunglah suami saya tidak pernah mempermasalahkannya. Saya sendiri yang merasa bersalah.
Hayati lelah Bang...sudah tidak kuat ngulek cabe sehalus dulu ..hiks..hiks..
***
#Tulisanrecehpakebangets
Baca Juga :
No comments:
Post a Comment