Sunday, June 21, 2020

Mindfull Parenting (2)

Mindfull Parenting

Tanggung jawab mendidik anak merupakan tanggung jawab orang tua, karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama didalam suatu keluarga (Wahy, 2012). Selain itu orang tua juga berperan penting dalam membangun karakter dan perkembangan emosi anak (Hyoscyamina, 2011). Namun dalam menjalani peran sebagai pendidik anak, orang tua kerap menghadapi masalah.

Masalah tersebut  yaitu anak tidak mau belajar, tidak mau patuh kepada orang tua, tidak mau belajar, lebih suka bermain game tanpa kenal waktu, tidak suka diberi nasehat, membantah ucapan orang tua, dan lain-lain.  Oleh karenanya orang tua harus selalu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam mendidik dan mengasuh anak.

Salah satu faktor yang menjadi penyebab  masalah adalah komunikasi yang kurang efektif antara orangtua dan anak (Setyowati, 2013). Orangtua yang  melakukan cara komunikasi yang tidak tepat, maka hasilnya tidak efektif, dan akan mendapati respon dari anak yang tidak sesuai harapan. Sebaliknya, komunikasi yang tepat dapat membentuk perilaku positif anak (Ramadhani, 2013). Maka orangtua diharapkan memiliki keterampilan komunikasi yang efektif, sehingga dapat menunjang upaya pengasuhan dan pendidikan bagi anak-anak di dalam keluarga.

Cara membangun keterampilan komunikasi efektif dalam pengasuhan dapat dilakukan melalui beragam cara dan strategi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan pengasuhan berkesadaran atau mindful parenting (Bögels and Restifo, 2014). Mindful parenting dapat dimaknai dengan mengasuh berkesadaran, dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah “eling”. Orangtua diharapkan selalu eling dalam setiap pengasuhannya pada anak-anak.

Arti Mindfull Parenting

Mindful Parenting, atau “Mengasuh Berkesadaran” merupakan prinsip mendasar dalam mendidik anak.  Midfull parenting terdiri dari dua kata yaitu “parenting” dan “Mindfull”.

Parenting ( pola mengasuh)  yaitu orangtua mengasuh anak-anaknya agar tumbuh menjadi pribadi-pribadi unggul. 

Arti “mindful” adalah “berkesadaran, /eling“ atau yang mengacu pada orang yang selalu menjaga kesadarannya dari pikiran, ucapan, dan semua perilaku yang kurang pantas. Mengasuh Berkesadaran mengacu pada sikap, ucapan, dan perilaku serta penampilan orangtua yang mengedepankan kesadaran/eling dalam mengasuh buah hati mereka.

Manfaat Midful Parenting

Beberapa ahli (Beer, Ward, and Moar, 2013; Cohen and Semple, 2010; Reynolds, 2003, Van der Oord, Bögels, and Peijnenburg, 2012) menyatakan bahwa Mindful parenting dapat diterapkan oleh orangtua dalam mendidik anak. Penerapan mindful parenting  pada anak  remaja maupun balita bermanfaat :

    • dapat mengurangi stress
    • meningkatkan kepuasan dalam pengasuhan
    • penurunan agresi anak
    • peningkatan perilaku prososial anak
    • menumbuhkan dan mempertahankan kontak afektif yang paling dasar,
    • meningkatkan kualitas komunikasi verbal dan nonverbal antara orang tua dan anak.
    • efektif mampu membantu upaya pengasuhan para orangtua dari anak autis dan ADHD

 

Dimensi-dimensi mindful parenting (Duncan et al., 2009)

Dimensi midfull ada lima, yang akan diuraikan sebagai berikut:

Mendengarkan dengan penuh perhatian dan berbicara dengan empati.

Mendengarkan dengan penuh perhatian dan berbicara dengan empati menunjukkan bahwa pada dimensi ini memfokuskan pada cara komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif dapat terjadi apabila komunikator dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat muncul pada saat berkomunikasi dengan komunikan, terutama pada proses mendidik anak.

Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada gaya komunikasi orangtua pada anak anak antara lain: memerintah, mengancam, menceramahi, menginterogasi, memberi label, membandingkan, menghakimi, menyalahkan, mendiagnosis, menyindir, memberi solusi, menyuap, dan membohongi (Risman, 2016).

Kesalahan tersebut dapat dihindari dimulai dengan menerapkan dimensi mendengarkan dengan penuh perhatian dan berbicara dengan empati. Keterampilan mendengarkan secara aktif oleh orangtua sangat diperlukan agar anak merasa benar-benar diperhatikan dan dihargai.

Mendengarkan dengan menatap wajah anak dengan ekspresi yang menyenangkan atau menunjukkan ketertarikan akan cerita anak juga akan membuatnya lebih senang dan merasakan kehadiran orangtuanya secara hakiki.

Memalingkan wajah pada saat berkomunikasi dengan oranglain atau anak merupakan hal yang tidak dianjurkan oleh Alloh (Surat Luqman Ayat 18 | Tafsirq.com, n.d.). Ketika orangtua mampu berbicara dengan empati maka hal tersebut dapat membuat orangtua tidak terburu-buru memberikan nasehat saat anak bercerita atau berbicara tentang pengalamannya.

Menasehati, menceramahi, mengintrogasi, menyalahkan, dan memberi solusi ketika anak baru menceritakan tentang pengalaman atau permasalahannya kepada orangtua dapat membuat anak menarik diri dan enggan melanjutkan pembicaraan.

Menggali cerita anak dan pemikiran anak sangat penting untuk tetap dapat mendampingi anak dalam menyelesaikan masalah mereka dengan tepat.

Pemahaman dan penerimaan untuk tidak menghakimi

Dimensi ini merupakan bagian dari pembentuk komunikasi efektif. Berdasarkan pendapat Widayanti (2017) sekitar 90% permasalahan anak disebabkan oleh kesalahan cara komunikasi atau penyampaian nilai baik pada anak.

Menghindari perilaku menghakimi yang dilakukan oleh orangtua pada anak, maka salah satu kesalahan dalam komunikasi dapat dihindari. Memahami dan menerima anak secara penuh akan membuat anak merasa lebih dilindungi. Hubungan orangtua dan anak juga akan menjadi semakin dekat dan lekat.

Anak akan merasa bahwa kembali pada orangtuanya saat mendapati ada masalah akan jauh lebih baik daripada mencari pelarian di luar rumah. Orangtua diharapkan tidak bersikap menghakimi, yaitu tidak memaksakan pada anak untuk sesuatu yang di luar kemampuan dan keinginan anak.

Sebagai contoh : orangtua memaksakan anaknya memilih jurusan Manajemen, padahal anak lebih memilih jurusan sastra sesuai passionnya.

Hal yang penting yang harus disadari orangtua adalah memandang anak sebagai apa adanya diri anak secara utuh. Namun yang sering dilakukan oleh orang tua yaitu menggunakan cara pandang atau persepsi alam bawah sadar dan persepsi masa lalu orangtua akan membawa dampak yang buruk bagi anak (Kiong, 2015).

Manajemen emosi atau sabar.

Keterampilan mengelola emosi, orangtua dapat lebih sabar dalam menghadapi apapun perilaku anak. Ketika orangtua bisa menjadi lebih sabar, maka perilaku anak menjadi lebih tenang dan meniru kesabaran orangtua.

Mindfull parenting menekankan pada kesadaran dalam mengasuh, termasuk sadar dalam membatas luapan-luapan emosi terutama emosi negatif. Dimensi ini akan menjadi lebih mudah untuk diterapkan jika orangtua mampu melakukan dimensi yang pertama dan kedua dengan baik dan penuh kesadaran (eling).

Pemahaman yang baik dimensi ketiga ini, membantu orangtua dapat secara sadar mengajak anak dan secara bersama-sama mengelola emosi masing-masing selama berinteraksi. Pola asuh orangtua terbukti berpengaruh terhadap kematangan emosi anak (Hafiz & Almaududi, 2015; Fellasari & Lestari, 2016).

Mindful parenting juga berperan membangun praktik-praktik pengasuhan seperti mengajarkan anak bagaimana mengekspresikan diri, berbicara tentang perasaannya, melabel keadaan, yang pada gilirannya membangun kemampuan anak dalam pengendalian diri (Gottman, Katz, Hoven, 1996).

Pola pengaturan diri yang bijaksana atau tidak berlebihan.

Dimensi ini berkaitan erat dengan keterampilan pengaturan diri (self regulation) dalam sebuah hubungan atau interaksi. Orangtua yang mempraktikkan mindful parenting tidak akan bereaksi secara lebihan terhadap pencapaian normatif anak (Kiong, 2015).

Praktik yang bisa dilakukan oleh orangtua ketika terjadi masalah dengan anak atau emosi meningkat akan cenderung memilih untuk berhenti sejenak, tahan beberapa detik, tarik mundur dari kejadian, dan amati, lalu berhenti bereaksi, kemudian baru memberikan respon. Apa hal tepat yang bisa dilakukan?

Reaksi berbeda dengan respon, reaksi lebih emosional dan spontan, misalnya berterika, mengumpat, memukul dan lain-lain. Respon lebih rasional, dipikirkan dengan matang, tindakan apa yang tepat untuk menjadi solusi masalah tersebut.

Emosi negatif yang ditunjukan oleh orang tua pada saat anak sedang menunjukkan emosi negatif, dapat berakibat buruk bagi perkembangan emosi anak. Sebaliknya ketika orang tua dapat mengendalikan emosi dan tidak terpancing ketika anak sedang menunjukan emosi negatif (marah, menangis dll.) maka anak akan tumbuh dan memiliki kematangan yang baik dalam aspek perkembangan sosial emosinya. Pengaturan diri (self regulation) sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia (Zimmerman, 2000).

Welas asih (compassion) merupakan bentuk kemanusiaan.

Orang tua yang berhasil membangun rasa welas asih dapat bersikap lebih lemah lembut dan pemaaf dalam pengasuhan.

Jiwa welas asih atau penuh kasih sayang dimaknai sebagai emosi yang dapat memfasilitasi kerja sama dan perlindungan orang lemah dan mereka yang menderita (Goetz et al., 2010). Menurut Allred et al., (1997) welas asih juga memiliki pengaruh yang besar terhadap mood seseorang. Begitu besar manfaat dan pentingnya memiliki jiwa welas asih, maka orang tua wajib harus berusaha keras membangun sikap ini agar pola pengasuhan anak dapat berjalan lancar dan tepat.

Penutup

Mindful parenting merupakan suatu pola asuh yang sangat bagus dan bermanfaat bagi efektifitas pengasuhan. Juga mampu membangun komunikasi yang efektif bagi orang tua adan anak, sehingga dapat mengurangi kesalahan pahaman dan dapat meningkatkan kelekatan antara orang tua dengan anak. Dengan demikian  mindful parenting sangat tepat diterapkan oleh orang tua dalam pengasuhan anak sehari-hari.

Artikel terkait :

Mindfullness-1.html

No comments:

Post a Comment

Mendidik Anak Ala Keluarga Berbudi

Link